Kamis, 04 November 2010

bahasa di jawa 5.Bahasa Pantura timur

Bahasa Jawa Pantura Timur


Dialek Pantai Utara Timur Jawa Tengah adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang sering disebut dialek Muria karena dituturkan di wilayah sekitar kaki gunung Muria, yang meliputi wilayah Jepara, Kudus, Pati, Blora, Rembang.
Ciri khas dialek ini adalah digunakannya akhiran -em atau -nem (dengan e pepet) menggantikan akhiran -mu dalam bahasa Jawa untuk menyatakan kata ganti posesif orang kedua tunggal. Akhiran -em dipakai jika kata berakhiran huruf konsonan, sementara -nem dipakai jika kata berakhiran vokal. Misalnya kata kathok yang berarti celana menjadi kathokem, klambi yang berarti baju menjadi klambinem, dan sebagainya.
Ciri lainnya adalah sering digunakannya partikel "eh", dengan vokal e diucapkan panjang, dalam percakapan untuk menggantikan partikel bahasa Jawa "ta". Misalnya, untuk menyatakan: "Ini bukumu, kan?", orang Muria berkata: "Iki bukunem, eh?"(Bahasa Jawa standar: "Iki bukumu, ta?"). Contoh lain :"Jangan begitu, dong!", lebih banyak diucapkan "Aja ngono, eh!" daripada "Aja ngono, ta!"

Beberapa kosakata khas yang tidak dipakai dalam dialek Jawa yang lain antara lain:
  • "lamuk/jengklong" berarti "nyamuk" (Bahasa Jawa standar: nyamuk atau lemut)
  • "mbledeh/mblojet" berarti "telanjang dada" (Bahasa Jawa standar: ngliga)
  • "wong bento" berarti orang gila" (Bahasa Jawa standar: wong edan)
  • "pet" berarti "pipa atau air ledeng" (Bahasa Jawa standar: ledeng)
  • "neker" berarti "kelereng" (Bahasa Jawa standar: setin)
  • "jengen" berarti "nama" (Bahasa Jawa standar: jeneng)
  • "ceblok" berarti "jatuh" (Bahasa Jawa standar: tiba)
  • "digudak" berarti "dikejar" (Bahasa Jawa standar: dioyak)
  • "luru" berarti "cari" (Bahasa Jawa Standar: golek)
  • "mendarat" berarti "membantu" (Bahasa Jawa Standar: rewang)
  • "pet" berarti "ledeng" (Bahasa Jawa Standar: ledheng)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar