Minggu, 14 November 2010

Legenda pulau jawa

Tantu Pagelaran atau Tangtu Panggelaran adalah kitab Jawa kuno berbahasa Kawi yang berasal dari masa Majapahit sekitar abad ke-15. Kitab ini berkisah tentang mitos asal mula pulau Jawa.

Legenda pemindahan Meru ke Jawa

Dalam kitab ini dikisahkan Batara Guru (Shiwa) memerintahkan dewa Brahma dan Wishnu untuk mengisi pulau Jawa dengan manusia. Karena pulau Jawa saat itu masih mengambang di lautan luas, terombang-ambing, dan senantiasa berguncang, para dewa memutuskan untuk memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Mahameru di India ke atas Pulau Jawa.[1]

Kamis, 11 November 2010

6. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta


Daerah Khusus Ibukota Jakarta


Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Berkas:Jakarta Pictures-3.jpg
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota negara Indonesia.
Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia, atau Jacatra (1619-1942), dan Djakarta (1942-1972).
Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan : 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 7.552.444 jiwa (2007)[4]. Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 23 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam dunia.

5. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta (atau Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta dan seringkali disingkat DIY) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak
di bagian selatan Pulau Jawa dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah utara. Secara geografis Yogyakarta terletak di pulau Jawa bagian Tengah. Daerah tersebut terkena bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006 yang mengakibatkan 1,2 juta orang tidak memiliki rumah.
Provinsi DI. Yogyakarta memiliki lembaga pengawasan pelayanan umum bernama Ombudsman Daerah Yogyakarta yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur DIY. Sri Sultan HB X pada tahun 2004.

4. Provinsi Banten

Banten

Banten adalah sebuah provinsi di Pulau Jawa, Indonesia. Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000, dengan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Pusat pemerintahannya berada di Kota Serang.

3. Provinsi Jawa Barat

Jawa Barat



Jawa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibu kotanya berada di Kota Bandung. Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950,
tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Bagian barat laut provinsi Jawa Barat berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ibu kota negara Indonesia. Pada tahun 2000, Provinsi Jawa Barat dimekarkan dengan berdirinya Provinsi Banten, yang berada di bagian barat. Saat ini terdapat wacana untuk mengubah nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Pasundan, dengan memperhatikan aspek historis wilayah ini.

2. Provinsi Jawa Timur

Jawa Timur




Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, Indonesia. Ibukotanya adalah Surabaya. Luas wilayahnya 47.922 km², dan jumlah penduduknya 37.070.731 jiwa (2005). Jawa Timur memiliki wilayah terluas di antara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah
Jawa Barat. Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa Tengah di barat. Wilayah Jawa Timur juga meliputi Pulau Madura, Pulau Bawean, Pulau Kangean serta sejumlah pulau-pulau kecil di Laut Jawa dan Samudera Hindia(Pulau Sempu dan Nusa Barung).
Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki signifikansi perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85% terhadap Produk Domestik Bruto nasional.

1. Provinsi Jawa Tengah

Jawa Tengah
Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah utara. Luas wilayahnya 32.548 km², atau sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa.
Pengertian Jawa Tengah secara geografis dan budaya kadang juga mencakup wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jawa Tengah dikenal sebagai "jantung" budaya Jawa. Meskipun demikian di provinsi ini ada pula suku bangsa lain yang memiliki budaya yang berbeda dengan suku Jawa seperti suku Sunda di daerah perbatasan dengan Jawa Barat. Selain ada pula warga Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia dan India-Indonesia yang tersebar di seluruh provinsi ini.

Macapat

Macapat

Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjak akhir yang disebut guru lagu.

bahasa di jawa 19.Bahasa kawi

Bahasa Kawi

Bahasa Kawi adalah suatu jenis bahasa yang pernah berkembang di Pulau Jawa pada zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha nusantara dan dipakai dalam penulisan karya-karya sastra. Dalam tradisi Jawa, bahasa Kawi juga disebut dengan istilah bahasa Jawa Kuna. Meskipun demikian, bahasa Kawi sendiri bukan bahasa Jawa Kuna murni, karena telah mendapat pengaruh bahasa Sansekerta.[1]
Istilah kawi sendiri bermakna "penyair". Sedangkan karya sastra yang dihasilkan oleh Sang Kawi disebut dengan nama kakawin. Biasanya kakawin berupa rangkaian puisi yang mengikuti pola-pola tertentu.

bahasa di jawa 18.Bahasa Osing

Bahasa Osing


Bahasa Osing adalah bahasa yang dipertuturkan di daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Kata osing berasal dari kata tusing dalam bahasa Bali, bahasa daerah tetangganya, yang berarti "tidak".

Jumlah dan Wilayah Persebaran

Jumlah penduduk asli Banyuwangi yang acap disebut sebagai "Lare Using" ini diperkirakan mencapai 500 ribu jiwa dan secara otomatis menjadi pendukung tutur Bahasa Osing ini. Penutur Bahasa Osing ini tersebar terutama di wilayah tengah Kabupaten Banyuwangi, mencakup Kecamatan Kabat, Rogojampi, Glagah, Kalipuro, Srono, Songgon, Cluring, Giri, sebagian kota Banyuwangi, Gambiran, Singojuruh, sebagian Genteng, dan Kecamatan Licin. Wilayah sisanya dihuni warga berbahasa Jawa dialek Jawa Timuran (bahasa Jawa Timuran atau Suroboyoan) ataupun bahasa Madura. Selain di Banyuwangi, penutur bahasa ini juga dapat dijumpai di wilayah Kabupaten Jember, khususnya di Dusun Krajan Timur, Desa Glundengan, Kecamatan Wuluhan, Jember. Namun dialek Osing di wilayah Jember ini telah banyak terpengaruh bahasa Jawa dan Madura akibat keterisolasiannya dari daerah penutur Osing lainnya di Banyuwangi.

bahasa di jawa 17.Bahasa tengger

Bahasa Tengger


Bahasa Tengger dituturkan di daerah Gunung Bromo yang termasuk wilayah Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang.
Di Pasuruan, cara Tengger ditemukan di kecamatan Tosari, lalu di Probolinggo, daerah kecamatan Sukapura, sedangkan Malang, cara Tengger dituturkan di wilayah desa Ngadas, kecamatan Poncokusumo. Yang terakhir, di Lumajang dituturkan di wilayah Ranupane, kecamatan Senduro.
Dialek ini dianggap turunan basa Kawi dan banyak mempertahankan kalimat-kalimat kuno yang sudah tak digunakan lagi dalam Bahasa Jawa modern.
Contoh :
  • reang: aku, jika yang berbicara lelaki
  • isun : aku, jika yang berbicara perempuan
Apabila abjad a dalam bahasa Jawa modern dibaca O, di Tengger dibaca A.

Jawanisme

Jawanisme


Jawanisme adalah sebuah fenomena atau gejala dalam bahasa Indonesia di mana seorang penutur, biasanya penutur ibu bahasa Jawa terpengaruh oleh bahasa ibunya.
Pengaruh ini meliputi bidang sintaksis dalam bahasa Indonesia.
Beberapa contoh:
  • "Kamu datêng-ó sini!" atau "Kamu datêng sini-ó!" untuk "Kamu datanglah kemari!" atau "Kamu datang kemarilah!" dari bahasa Jawa: "Kowe maraa réné!" atau "Kowé mara rénéa"
  • "Nanti barangé tak-ambil(é)." untuk "Nanti barangnya kuambil." dari bahasa Jawa: "Mengko barangé tak-jupuk(é)."
  • "Jalané pelan bangêt." untuk "Jalannya pelan sekali." dari bahasa Jawa: "Mlaku alon bangêt."
  • "Itu buku adékku!" untuk "Itu buku adik saya!" dari bahasa Jawa: "Iku buku adhek kulo!"
Selain itu masih banyak pengaruh dalam kosakata bahasa Indonesia.
Yang unik dari Jawanisme adalah sedikit sekali orang Jawa (pribumi) yang benar-benar mengalami Jawanisme ini. Yang mengherankan adalah banyak orang-orang Tionghoa (terutama yang hidup di kawasan Semarang dan Salatiga serta Solo dan juga Jogja ) yang mengalami gejala Jawanisme.
sebagai contoh: "Rene ó!" : "Kesinilah" atau "Kemarilah" dalam ujaran bahasa Tionghoa-Indonesia menjadi : "Sini ó"
"(O)ra isó" : "Tidak bisa" menjadi: "(E)ndak isa" atau "(E)ndak isó"
"Kuwi jarané isih ning njaba": "Itu kudanya masih di luar", menjadi: "Itu kudané misi(h) di luar"

O jawa

O Jawa


O Jawa atau ejaan-O adalah fenomena yang timbul karena adanya pertentangan antara cara penulisan ejaan bahasa Jawa baku dan ejaan bahasa Indonesia. Dalam ejaan bahasa Indonesia huruf "a" hanya bisa dibaca /a/, sementara di dalam bahasa Jawa huruf "a" memiliki dua bunyi, yaitu /a/ dan /o/. Oleh karena itu, kata-kata yang berasal dari bahasa Jawa yang mengandung huruf "a" dalam penulisannya selalu dibaca /a/ walaupun dalam bahasa Jawa dibaca /o/. Oleh karena itu, huruf "a" yang dibaca /o/ akhirnya ditulis menjadi "o" untuk mengakomodasi pembaca yang bukan berasal dari latar belakang bahasa Jawa.

bahasa di jawa 16.Bahasa Yogyakarta

Bahasa Jawa Yogyakarta


Bahasa Jawa Yogyakarta adalah dialek yang diucapkan masyarakat Yogya. Masyarakat Yogyakarta biasanya menyingkat kata, atau menambahi kalimat agar mantap dan enak didengar.

Contoh kalimat

Wah, piye ta iki, wis dikandhani kok ra ngrungokke. Jan!
(Wah, bagaimana sih, sudah dikasih tau kok (dia) tidak mendengarkan. Kata "Jan" tak memiliki arti khusus. Kata "Jan" digunakan supaya terdengar mantap dan enak didengar).
Piye, wis dhong apa durung??
(Bagaimana, sudah mengerti atau belum??).

bahasa di jawa 15.Bahasa Surakarta

Bahasa Jawa Surakarta


Bahasa Jawa Surakarta adalah dialek bahasa Jawa yang diucapkan di daerah Surakarta dan sekitarnya. Dialek ini menjadi standar bagi pengajaran bahasa Jawa.
Meskipun satu rumpun, Bahasa Jawa di tiap daerah di Jawa Tengah mempunyai ciri-ciri tersendiri yang khas mencerminkan darimana asal Bahasa Jawa tersebut.
Untuk istilah "dingin" di Surakarta menggunakan kata Bahasa Jawa "adem", sedangkan orang yang tinggal di Semarang menyebutnya "atis".
contoh:
"'Lha piye tho, aku meh mangkat nanging ra duwe duit."

bahasa di jawa 13.Bahasa kedu

Bahasa Jawa Kedu


Bahasa Jawa Kedu adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang dituturkan di daerah Kedu, tersebar di timur Kebumen: Prembun, Purworejo, Magelang dan khususnya Temanggung. Dialek Kedu adalah nenek moyang dari bahasa Jawa yang biasa digunakan di Suriname.
Dialek ini terkenal dengan cara bicaranya yang khas, sebab merupakan pertemuan antara dialek "bandek" (Yogya-Solo) dan dialek "ngapak" (Banyumas).

bahasa di jawa 14.Bahasa Madiun

Bahasa Jawa Madiun



Bahasa Jawa Madiun dipergunakan di daerah Jawa Timur Mataraman (perbatasan Jawa Tengah bagian tengah dan selatan). Daerah kadipaten Mediyun atau yang sekarang eks Karesidenan Madiun yakni kota Madiun, kabupaten Madiun, kabupaten Ngawi, kabupaten Magetan, kabupaten Ponorogo, dan kabupaten Pacitan semuanya dalam wilayah propinsi Jawa Timur, namun sebelum proklamasi RI, termasuk kesultanan Mataram (Jogja/Solo), maka dialek Madiun itu lebih dekat dengan dialek Jawa Tengah ketimbang dialek Jawa Timur Surabaya. Dibanding dialek Jawa Tengah, ciri utamanya adalah dalam intonasi.

bahasa di jawa 20.Bahasa Serang

Bahasa Jawa Serang


Bahasa Jawa Serang atau Bahasa Jawa Banten adalah bahasa Jawa yang telah mengalami akulturasi dengan kebudayaan Sunda Banten. Sebagian besar bahasanya sama seperti bahasa Jawa aslinya namun kata-kata yang pada bahasa Jawa asli berakhiran 'o' pada bahasa Jawa Serang berakhiran 'e' (baca: seperti e pada kata "peti") seperti akhiran pada bahasa Melayu/Malaysia.

bahasa di jawa 12.Bahasa Blora

Bahasa Jawa Blora

Bahasa Jawa Blora adalah salah satu dialek dalam bahasa Jawa, dituturkan di daerah Kabupaten Blora dan sekitarnya. Dialek Blora secara umum dipertuturkan diseluruh wilayah Kabupaten Blora dan sebagian wilayah perbatasan dengan provinsi Jawa Timur seperti di Kabupaten Bojonegoro. Dialek ini juga digunakan oleh kelompok orang Samin yang tersebar di Kabupaten Blora, kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Pati.
Dialek ini sebetulnya

bahasa di jawa 11.Bahasa Banyumas


Bahasa Jawa Banyumasan

Dialek Banyumasan atau sering disebut Bahasa Ngapak Ngapak adalah kelompok bahasa bahasa Jawa yang dipergunakan di wilayah barat Jawa Tengah, Indonesia. Beberapa kosakata dan dialeknya juga dipergunakan di Banten utara serta daerah Cirebon-Indramayu. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi).
Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini disebut Banyumasan karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Banyumasan.
Seorang ahli bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck, mengelompokan dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian Tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan kelompok bahasa Jawa bagian Timur.

bahasa di jawa 10.Bahasa Banten

Bahasa Jawa Banten

Menurut sejarahnya, bahasa Jawa Banten mulai dituturkan di zaman Kesultanan Banten pada abad ke-16. Di zaman itu, bahasa Jawa yang diucapkan di Banten tiada bedanya dengan bahasa di Cirebon, sedikit diwarnai dialek Banyumasan. Asal muasal kerajaan Banten memang berasal laskar gabungan Demak dan Cirebon yang berhasil merebut wilayah pesisir utara Kerajaan Pajajaran. Namun, bahasa Jawa Banten mulai terlihat bedanya, apa lagi daerah penuturannya dikelilingi daerah penuturan bahasa Sunda dan Betawi.
Bahasa ini menjadi bahasa utama Kesultanan Banten (tingkatan bebasan) yang menempati Keraton Surosowan. Bahasa ini juga menjadi bahasa sehari - harinya warga Banten Lor (Banten Utara).
Bahasa Jawa Banten atau bahasa Jawa dialek Banten ini dituturkan di bagian utara Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon dan daerah barat Kabupaten Tangerang. Dialek ini dianggap sebagai dialek kuno juga banyak pengaruh bahasa Sunda dan Betawi.

Minggu, 07 November 2010

bahasa di jawa 1.Bahasa Bagongan

Bahasa Bagongan adalah sebuah cabang bahasa Jawa yang hanya lazim dipakai di lingkungan keraton Mataram. Bahasa ini mulai dikembangkan pada zaman pemerintahan Sultan Agung dengan tujuan untuk menghilangkan kesenjangan di antara para pejabat istana dan keluarga raja.
Pada saat ini pemakaian bahasa Bagongan sudah semakin berkurang, bahkan nyaris punah. Pemakainya pun hanya dari golongan tua saja yang mengenal adanya jenis bahasa tersebut.

Penggunaan

Kamis, 04 November 2010

bahasa di jawa 9.Bahasa Tegal

Bahasa Jawa Tegal


Bahasa Jawa Tegal adalah salah satu dialek bahasa Jawa yang dituturkan di Kota Tegal dan sekitarnya.
Tegal termasuk daerah Jawa Tengah di dekat perbatasan bagian barat. Letak Tegal yang ada di pesisir Jawa bagian utara, juga di daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, menjadikan dialek yang ada di Tegal beda dengan daerah lainnya. Pengucapan kata dan kalimat agak kental. Dialek Tegal merupakan salah satu kekayaan bahasa Jawa, selain Banyumas. Meskipun memiliki kosa kata yang relatif sama dengan bahasa Banyumas, pengguna dialek Tegal tidak serta-merta mau disebut ngapak karena beberapa alasan antara lain: perbedaan intonasi, pengucapan, dan makna kata.

bahasa di jawa 8.Bahasa Surabaya

Bahasa Jawa Surabaya

Dialek Surabaya atau lebih sering dikenal sebagai bahasa Suroboyoan adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang dituturkan di Surabaya dan sekitarnya. Dialek ini berkembang dan digunakan oleh sebagian masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Secara struktural bahasa, bahasa Suroboyoan dapat dikatakan sebagai bahasa paling kasar. Meskipun demikian, bahasa dengan tingkatan yang lebih halus masih dipakai oleh beberapa orang Surabaya, sebagai bentuk penghormatan atas orang lain. Namun demikian penggunaan bahasa Jawa halus (madya sampai krama) di kalangan orang-orang Surabaya kebanyakan tidaklah sehalus di Jawa Tengah terutama Yogyakarta dan Surakarta dengan banyak mencampurkan kata sehari-hari yang lebih kasar.

Penggunaan

bahasa di jawa 7.Bahasa Semarang

Bahasa Jawa Semarang


Bahasa Jawa Semarang adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang dituturkan di Semarang. Dialek ini tak banyak berbeda dengan dialek di daerah Jawa lainnya. Semarang termasuk daerah pesisir Jawa bagian utara, maka tak beda dengan daerah lainnya, Yogyakarta, Solo, Boyolali dan Salatiga. Walau letak daerah Semarang yang heterogan dari pesisir (Pekalongan/Weleri, Kudus/Demak/Purwodadi) dan dari daerah bagian selatan/pegunungan membuat dialek yang dipakai memiliki kata ngoko, ngoko andhap dan madya di Semarang ada di zaman sekarang.
  • Frasa: "Yo ora.." (Ya tidak) dalam dialek semarang menjadi "Yo orak too ". Kata ini sudah menjadi dialek sehari-hari para penduduk Semarang.
  • Contoh lain: " kuwi ugo" (itu juga) dalam dialek Semarang menjadi "kuwi barang" ("barang" diucapkan sampai sengau memakai huruf h "bharhang").

bahasa di jawa 6.Bahasa Pekalongan

Bahasa Jawa Pekalongan

Bahasa Jawa Pekalongan atau Dialek Pekalongan adalah salah satu dari dialek-dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu daerah Jawa Tengah terutama di Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan. Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara daerah Tegal (bagian barat), Weleri (bagian timur), dan daerah Pegunungan Kendeng (bagian selatan).
Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun

bahasa di jawa 5.Bahasa Pantura timur

Bahasa Jawa Pantura Timur


Dialek Pantai Utara Timur Jawa Tengah adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang sering disebut dialek Muria karena dituturkan di wilayah sekitar kaki gunung Muria, yang meliputi wilayah Jepara, Kudus, Pati, Blora, Rembang.
Ciri khas dialek ini adalah digunakannya akhiran -em atau -nem (dengan e pepet) menggantikan akhiran -mu dalam bahasa Jawa untuk menyatakan kata ganti posesif orang kedua tunggal. Akhiran -em dipakai jika kata berakhiran huruf konsonan, sementara -nem dipakai jika kata berakhiran vokal. Misalnya kata kathok yang berarti celana menjadi kathokem, klambi yang berarti baju menjadi klambinem, dan sebagainya.
Ciri lainnya adalah sering digunakannya partikel "eh", dengan vokal e diucapkan panjang, dalam percakapan untuk menggantikan partikel bahasa Jawa "ta". Misalnya, untuk menyatakan: "Ini bukumu, kan?", orang Muria berkata: "Iki bukunem, eh?"(Bahasa Jawa standar: "Iki bukumu, ta?"). Contoh lain :"Jangan begitu, dong!", lebih banyak diucapkan "Aja ngono, eh!" daripada "Aja ngono, ta!"

bahasa di jawa 4.Bahasa Cirebon

Bahasa Jawa Cirebon


Bahasa Jawa Cirebon atau disebut oleh masyarakat setempat sebagai Basa Cerbon ialah sejenis dialek Jawa yang dituturkan di pesisir utara Jawa Barat terutama mulai daerah Cilamaya (Karawang), Blanakan, Pamanukan, Pusakanagara, (Subang), Jatibarang, Indramayu, sampai Cirebon dan Losari Timur, Brebes, Jawa Tengah.
Dahulu dialek ini digunakan dalam perdagangan di pesisir Jawa Barat mulai Cirebon yang merupakan salah satu pelabuhan utama, khususnya pada abad 15-17. Bahasa Cirebon dipengaruhi pula oleh budaya Sunda karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda. Dialek Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno Bahasa Jawa seperti kalimat-kalimat dan pengucapan, misalnya ingsun (saya)dan sira (kamu) yang sudah tak digunakan lagi oleh Bahasa Jawa Baku.
Dialek Cirebon diajarkan di sekolah-sekolah wilayah eks-Karesidenan Cirebon bersama dengan Bahasa Sunda. Di wilayah eks-Karesidenan Cirebon, dialek ini dituturkan oleh mayoritas penduduknya yang bertempat tinggal di sepanjang pantai utara seperti di Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Majalengka bagian utara, dan Indramayu atau dinamai Dermayon. Sedangkan di Kuningan pada umumnya digunakan bahasa Sunda dialek Cirebon.

bahasa di jawa 3.Bahasa Bumiayu

Bahasa Jawa Bumiayu


Dialek Bumiayu atau Bahasa Bumiayu, adalah dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di daerah Bumiayu (Kabupaten Brebes) dan sekitarnya. Dialek ini sebenarnya tidak berbeda jauh dengan Dialek Banyumas dan Dialek Tegal, kosakata dan cara pengucapannya juga mirip. Hal yang membedakan dialek Bumiayu dengan banyumas hanya pada intonasi dan pemilihan kata.
Ada sebagian kata yang umum dipakai oleh orang Banyumas tetapi tidak digunakan oleh orang Bumiayu. misalnya kata masuk, kata yang biasa dipakai oleh orang Banyumas adalah mlebu tetapi orang Bumiayu memakai kata manjing, kedua kata tersebut sama-sama bahasa Jawa dan memiliki arti yang sama yaitu masuk kedalam ruangan.
Jika diteliti lebih jauh, bahasa Bumiayu banyak dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta. Dalam tradisi budaya Jawa, bahasa Sansekerta berada di atas Krama Hinggil, bahasa Jawa yang dianggap paling halus. Kata "manjing", misalnya, sering dipakai oleh para dalang dalam cerita perwayangan. Kata "manjing" digunakan secara khusus untuk menggambarkan ruh yang masuk ke dalam diri sang Arjuna. Tapi di Bumiayu, kata tersebut digunakan untuk sembarang kalimat yang berkonotasi "masuk". "Ayame manjing umah", misalnya, berarti "ayamnya masuk rumah."
Dialek Bumiayu juga sering menambahkan akhiran ra (diucapkan rha), belih untuk mengakhiri kalimat, hal ini mungkin untuk menegaskan maksud dari kalimat tersebut.

bahasa di jawa 2.Bahasa Jawa Brebes

Bahasa Jawa Brebes adalah bahasa Jawa yang dituturkan oleh sebagian masyarakat Kabupaten Brebes, bahasa Jawa di wilayah tersebut mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh daerah lain.

Karakteristik

Karakteristik bahasa Jawa Brebes dapat diamati dalam bidang fonologi, morfologi, maupun dalam bidang leksikon yang merupakan ciri khas bahasa tersebut. Hal ini disebabkan oleh keadaan geografis wilayah Kabupaten Brebes yang berbatasan langsung dengan daerah - daerah lain yang menggunakan dialek berbeda. Daerah - daerah tersebut adalah sebelah selatan berbatasan dengan bahasa Jawa dialek Banyumasan, sebelah timur berbatasan Kabupaten / Kota Tegal yang menggunakan bahasa Jawa dialek Tegalan, sebelah barat berbatasan dengan eks karesidenan Cirebon, sedangkan sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa. Disamping itu wilayah pemakaiannya berbatasan langsung dengan daerah - daerah yang berbatasan dengan bahasa Sunda yaitu di daerah Kabupaten Brebes bagian selatan. Hal inilah yang menyebabkan bahasa Sunda mempengaruhi bahasa Jawa Brebes terutama dalam bidang leksikon.
Bahasa Jawa Brebes banyak memyimpan ciri - ciri yang mirip dengan atau sama dengan Bahasa Jawa Kuna yaitu dengan masih memelihara huruf akhir konsonan *-b, *-d, dan *-g misalnya tengkureb( tengkurap ), lemud( nyamuk ) dan wareg ( kenyang ).Untuk *-k misalnya pundak ( pundak ] dan jentik ( jari ), akhiran *-ek misalnya cecek ( cicak ).

Angka dalam bahasa Jawa

Berikut ini adalah cara penyebutan angka dalam bahasa Jawa.

Bahasa krama (halus)

Satuan

  • 1 - setunggal
  • 2 - kalih
  • 3 - tiga
  • 4 - sekawan
  • 5 - gangsal
  • 6 - enem
  • 7 - pitu
  • 8 - wolu
  • 9 - sanga

Puluhan

  • 10 - sedasa

suku jawa

Suku Jawa


Suku Jawa
Nikita with you jo juan.jpgCOLLECTIE TROPENMUSEUM Portret van Raden Ajeng Kartini TMnr 10018776.jpgOpick.jpg
Ari Lasso Pic.jpgDhani Dewa 2005 2.JPGMelly Goeslaw.jpg
Krisdayanti 2004 1.jpgPresident Megawati Sukarnoputri - Indonesia.jpgPresident Suharto, 1993.jpg
Natashia Nikita · Kartini · Opick
Ari Lasso · Ahmad Dhani · Melly Goeslaw
Krisdayanti · Megawati Soekarnoputri · Soeharto
Jumlah populasi
2009: kurang lebih 100 juta.
Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan
Indonesia:
Malaysia: 1 - 2 juta
Suriname: 75.000.
Kaledonia Baru: 5.000.
Republik Rakyat Cina: 400.
[rujukan?]
Bahasa
Sebagian besar bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Melayu, bahasa Madura, sebagian minoritas bahasa Belanda, bahasa Perancis, bahasa China, bahasa Mandarin, bahasa Korea, Bahasa Arab, bahasa Hindi, bahasa Pali, bahasa Thailand dan lain-lain.
Agama
Islam, Kristen (termasuk Katolik dan Protestan), Kejawen, Hindu, dan Buddha (semua resmi).
Kelompok etnis terdekat
suku Sunda, suku Madura, suku Bali, suku Tionghoa.[rujukan?]
Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. [1] Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger.

Ramayana

Ramayana



Lukisan bergaya Thailand yang menggambarkan suasana pertempuran antara Rama dengan Rawana
































Ramayana dari bahasa Sansekerta (रामायण) Rāmâyaṇa yang berasal dari kata Rāma dan Ayaṇa yang berarti "Perjalanan Rama", adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki. Cerita epos lainnya adalah Mahabharata.
Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana, dan gubahan-gubahannya dalam bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini.
Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Seri Rama yang isinya berbeda dengan kakawin Ramayana dalam bahasa Jawa kuna.
Di India dalam bahasa Sansekerta, Ramayana dibagi menjadi tujuh kitab atau kanda sebagai berikut:
  1. Balakanda
  2. Ayodhyakanda
  3. Aranyakanda
  4. Kiskindhakanda
  5. Sundarakanda
  6. Yuddhakanda
  7. Uttarakanda

Banyak yang berpendapat bahwa kanda pertama dan ketujuh merupakan sisipan baru. Dalam bahasa Jawa Kuna, Uttarakanda didapati pula.

Pengaruh dalam budaya

Rabu, 03 November 2010

Mahabharata

Mahabharata


































Mahabharata (Sansekerta: महाभारत) adalah sebuah karya sastra kuno yang konon ditulis oleh Begawan Byasa atau Vyasa dari India. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Namun, ada pula yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum Masehi.
Secara singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan saudara sepupu mereka sang seratus Korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di medan Kurusetra dan pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.

Pengaruh dalam budaya

Kakawin Arjunawiwāha

Kakawin Arjunawiwāha



Relief Arjuna dan Siwa pada candi Surawana (Surowono), Jawa Timur. Di sini tampak Arjuna dan Siwa yang menyamar sebagai pemburu tengah bertengkar siapa yang telah memanah babi hutan.
Kakawin Arjunawiwāha (aksara Bali: Kakawin Arjunawiwaha-aksara Bali.png; Jawa: Kakawin Arjunawiwaha-aksara Jawa.png) adalah kakawin pertama yang berasal dari Jawa Timur. Karya sastra ini ditulis oleh Mpu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga, yang memerintah di Jawa Timur dari tahun 1019 sampai dengan 1042 Masehi. Sedangkan kakawin ini diperkirakan digubah sekitar tahun 1030.
Kakawin ini menceritakan sang Arjuna ketika ia bertapa di gunung Mahameru. Lalu ia diuji oleh para Dewa, dengan dikirim tujuh bidadari. Bidadari ini diperintahkan untuk menggodanya. Nama bidadari yang terkenal adalah Dewi Supraba dan Tilottama. Para bidadari tidak berhasil menggoda Arjuna, maka Batara Indra datang sendiri menyamar menjadi seorang brahmana tua. Mereka berdiskusi soal agama dan Indra menyatakan jati dirinya dan pergi. Lalu setelah itu ada seekor babi yang datang mengamuk dan Arjuna memanahnya. Tetapi pada saat yang bersamaan ada seorang pemburu tua yang datang dan juga memanahnya. Ternyata pemburu ini adalah batara Siwa. Setelah itu Arjuna diberi tugas untuk membunuh Niwatakawaca, seorang raksasa yang mengganggu kahyangan. Arjuna berhasil dalam tugasnya dan diberi anugerah boleh mengawini tujuh bidadari ini.
Oleh para pakar ditengarai bahwa kakawin Arjunawiwaha berdasarkan Wanaparwa, kitab ketiga Mahābharata.